(nama sudah diganti) click here to read in English or other languages

Saya sangat bersyukur bisa pelayanan selama kurang lebih dua bulan di tempat ini. Banyak teman saya berkata bahwa saya cocoknya pelayanan di gereja, namun pengalaman di tempat ini mengajarkan saya banyak hal tentang pelayanan di luar gedung gereja. 

Saya sempat ragu dengan panggilan hidup saya. Saya sebelumnya tidak mau menjadi seorang hamba Tuhan, saya tidak ada rencana untuk kuliah teologia. Karena menurut saya hamba Tuhan itu hidupnya susah, miskin, dan tidak ada masa depan. Tetapi karena ada dorongan serta paksaan dari keluarga dan orang tua, akhirnya saya tetap berangkat untuk kuliah teologi. Saya sempat berpikir bahwa ini hanyalah sebuah pelarian dan saya merasa terpaksa bersekolah di sekolah teologi. Namun suatu saat saya pernah berbincang dengan salah satu teman kampus saya, dan dia mengingatkan dan menguatkan saya akan panggilan saya. Ia berkata: “walaupun ini adalah sebuah pelarian bagimu, namun inilah cara Tuhan memilih dan hendak memakai kamu.” Maka setelah berdoa dan terus bergumul bersama Tuhan, akhirnya saya menyadari bahwa memang ini cara Tuhan memanggil saya untuk menjadi pelayan-Nya.

Seperti juga kedatangan saya ke tempat ini. Saya sebelumnya sempat ragu dan juga tidak mau datang ke sini. Saya sudah memilih tempat pelayanan lain di gereja. Namun akhirnya tempat pelayanan tersebut menolak saya dikarenakan pandemi covid-19. Dengan sedikit rasa terpaksa akhirnya saya datang ke tempat ini. Hal yang aneh juga saya rasakan adalah saat mentor kami berkata: “kedatangan kalian ke sini bukan hanya untuk melayani, namun yang terlebih penting adalah untuk menjadi murid yang mau belajar.” Saya semakin bingung, karena saya pikir kedatangan saya ke tempat ini adalah untuk melayani, tetapi justru saya diminta untuk belajar. 

Suatu hari mentor saya di sini membawa saya dan teman saya untuk bertemu satu keluarga pemulung. Kami adalah dua orang mahasiswa teologi, namun mentor kami membawa kami untuk membantu pekerjaan pemulung, yaitu mengupas botol-botol bekas, gelas air mineral, rongsokan plastik, kaleng, dll. Pekerjaan itu sesungguhnya pekerjaan yang menjijikan bagi saya. Saya pernah berkata kepada mentor saya di sini: “saya takut muntah kalau saya harus bersinggungan dengan orang-orang disini dan harus menghadapi lingkungan yang jorok seperti itu.” 

Namun hari itu saya berusaha untuk menahan diri dan kuat. Justru hari itu juga saya belajar dari seorang ibu tua (emak) sederhana yang kami bantu untuk menyortir barang-barang hasil memulungnya. Setelah kami membantu “emak”, kami dijamu dengan makanan dan minuman yang pasti buat keluarga mereka jumlahnya sangat banyak. Namun mereka sangat senang menjamu kami. Kami bersukacita di dalam kesederhanaan tersebut. Tuhan juga mengingat saya bahwa “emak” memberi kami dan mengasihi kami bukan dengan kelebihannya, namun dengan kekurangannya. Persembahan “emak” kepada kami sangatlah berharga buat kami dan saya merasa terharu dengan kejadian tersebut. Mereka adalah orang-orang yang secara materi tidak kaya, namun memiliki kekayaan “hati” yang luar biasa. 

Saya juga sangat bersyukur bahwa saya bisa memiliki relasi dengan anak-anak di tempat ini. Saya adalah seorang yang kaku, saya tidak tahu bagaimana harus berelasi dengan anak-anak kecil. Namun pengalaman saya disini sangat memberkati saya, bahwa saya ternyata bisa dekat dengan anak-anak. Saya bersyukur bisa menjadi kakak dan teman buat mereka. Mereka adalah anak-anak yang sangat butuh perhatian dan kasih sayang. Akhirnya saya menyadari, ternyata ini yang mentor saya maksudkan bahwa saya disini harus menempatkan diri sebagai murid yang mau belajar. Bukan datang dengan kesombongan dan hendak menyelesaikan setiap permasalahan di sini. 

Saya juga sangat bersyukur bisa belajar dari tim pelayanan di tempat ini, yang mau hidup berdampingan langsung dengan orang-orang yang sederhana. Saya belajar bahwa membangun hubungan yang dekat dengan masyarakat sekitar di pemukian kumuh ini sangatlah penting, tidak serta-merta datang dan hendak melakukan banyak hal yang kita pikir menyelesaikan permasalahan hidup mereka tanpa kita mengenal dan mengerti kehidupan mereka yang sesungguhnya. Saya sangat bersyukur memiliki kesempatan belajar di tempat ini.