Written by Rahma** (not real name) in Jakarta. You can read an English version here.
Sepuluh tahun yang lalu, saya pindah ke Indonesia membawa satu koper— dan hati saya penuh dengan harapan. Saya berencana tinggal di daerah kumuh, belajar bahasa dan budaya, dan mencari Kerajaan Tuhan Yesus di situ. Tentu saja, di tahun pertama saya mengalami banyak hal yang sulit. Ada banyak hal yang saya harus pelajari: bahasa, mencuci baju pakai tangan, naik kendaraan umum, makan nasi sehari tiga kali, dan lain lain.
Mungkin di hati teman-teman yang membaca ini muncul banyak pertanyaan: Kenapa saya seorang ber-pasport Amerika, mau tinggal di daerah kumuh di Indonesia? Kenapa saya menempatkan diri saya di tempat penuh sampah, tikus, nyamuk, dan jalanan yang becek sekali? Kenapa saya mau menjadi tetangga dengan orang yang bekerja sebagai tukang sampah, pemulung, pengamen, dan pengemis?
Jawabannya sederhana:
Saya mau mengikuti Yesus, Sang Juruselamat hidup saya. Tuhan Yesus yang mengundang saya mengikuti Dia ke tempat ini. Dan saya banyak belajar dari Dia di sini.
Di bagian Firman Tuhan yang sangat terkenal di Matius 25, Tuhan Yesus mengatakan kepada pengikutnya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini [orang lapar, haus, asing, telanjang, sakit, dan dalam penjara], kamu telah melakukannya untuk Aku” (Matius 25:40).
Oleh karena itu, saya percaya apa yang kita bisa lakukan untuk membantu orang yang dipinggirkan oleh dunia, kita lakukan untuk Yesus sendiri.
Tahun pertama saya berada di daerah kumuh di Jakarta, lingkungan kami menerima ancaman penggusuran (melalui surat). Berita tentang rencana penggusuran menjadi topik utama yang dibahas dalam setiap percakapan tetangga-tetangga saya. Bukan hanya tentang kemungkinan penggusuran– tetapi tentang kemungkinan kebakaran akan terjadi. Tetangga saya sudah tahu dari pengalaman sebelumnya, bahwa jika ada surat penggusuran seringkali akan diikuti dengan sabotase–yaitu kebakaran (karena lebih mudah mengusir orang dari rumahnya jika rumahnya sudah terbakar, betul?). Seperti yang diprediksi oleh teman-teman saya, dua minggu kemudian terjadi kebakaran besar di daerah kumuh kami. 200 rumah habis total dalam waktu setengah jam saja.
Warga yang rumahnya terbakar terpaksa tinggal di atas tumpukan sampah– ada Yayasan yang memasang tiga tenda berwarna biru. Meskipun kontrakan saya tidak terbakar, saya memutuskan untuk menemani beberapa sahabat saya untuk tidur di bawa tenda biru tersebut. Kami mengalami ancaman nyamuk luar biasa, ketidaknyamanan tidur di atas terpal di tanah yang tidak rata sama sekali, dan keberisikan banyak orang. Hati saya ikut merasa berduka bersama tetangga saya yang baru saja mengalami kehilangan hartanya hangus, terbakar. Dan lebih dari sekedar perasaan sedih, saya juga merasa marah atas ketidakadilan yang mereka sering alami.
Satu hari, tidak lama setelah pengalaman ini, saya sedang renungan dan membaca Alkitab. Saya membaca dari Ibrani 13 dan ayat-ayat tersebut seperti berulang-ulang dalam pikiran saya.
“…Yesus telah menderita di luar pintu gerbang untuk menguduskan umat-Nya dengan darah-Nya sendiri. Karena itu marilah kita pergi kepada-Nya di luar perkemahan dan menanggung kehinaan-Nya.”
Saat membaca ini, gambar yang ada di pikiran saya adalah tumpukan sampah dengan salib Yesus di atas-Nya. Dan dengan sangat tegas, Yesus meyakinkan saya bahwa Dia memang ada di situ.
Daerah kumuh sering berada diluar dari batas kota yang resmi. Memang daerah kumuh itu sering di tanah pinggiran, tanah “gelap.” Tanpa RT, RW, atau surat apapun. Tetapi Yesus juga menderita di luar pintu gerbang. Dan karena itu “Marilah kita pergi kepada-Nya di luar perkemahan.”
Jadi, saya tinggal dan melayani di daerah kumuh bukan hanya untuk “membantu” orang. Tetapi karena saya mau menemui Yesus di sana. Kehidupan manusia terlalu singkat untuk dibuang dengan kejar-kejar kekayaan, “sukses,” atau gelar-gelar yang penting menurut Dunia. Jika kita sudah bertobat dan mengakui bahwa Yesus adalah Raja kita, hidup kita harus dipakai untuk memberitakan Kabar Baik kepada orang lain dan untuk menjadi berkat bagi orang lain. Hidup kita bukan lagi milik kita sendiri, melainkan milik Dia yang sudah menebus kita dari dosa.
Kita harus rela merasakan penghinaan seperti Yesus juga mengalami penghinaan. Kita sebagai pengikut Yesus harus ingat bahwa kewarganegaraan kita tidak ada di negara-negara di bumi ini. Kita adalah warga negara Kerajaan Tuhan, dan panggilan kita adalah untuk memberitakan tentang Sang Raja yang baik. Kita hanya pendatang dan orang asing selama kita berada di bumi ini.
Kalau kita membaca dari Ibrani 13 lagi:
“Sebab di sini kita tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap; kita mencari kota yang akan datang. Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya. Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah.” (Ibrani 13:14-16).
Daerah kumuh yang kebakaran sembilan tahun yang lalu tersebut, akhirnya mengalami penggusuran dari pihak perusahaan yang mengakui menguasai tanah tersebut. Sekarang yang berdiri di atas tanah itu adalah Bassura City, yaitu Mall dan Apartemen untuk orang kaya.
Meskipun penggusuran merupakan sesuatu yang sangat berat dan menyedihkan, namun kami (saya dan keluarga beserta tetangga-tetangga) dibawa oleh Tuhan ke daerah kumuh yang baru. Sekarang sudah hampir sembilan tahun kami tinggal disini. Sekarang saya bukan seorang diri lagi, tetapi melayani beserta suami dan dua anak kami. Saya tidak bisa berbohong dan berkata bahwa mengikuti Yesus adalah sesuatu yang mudah. Selama sembilan tahun di daerah kumuh baru ini banyak sekali yang sulit. Tetapi kami tetap bersyukur. Setiap hari kami bersyukur kami masih diizinkan melayani disini– menjadi saksi Kristus di tempat yang menurut dunia tidak berarti atau berharga.
Tetapi kami percaya orang disini berharga. Kami percaya Tuhan Yesus sangat mengasihi mereka.
“Sebab ia akan melepaskan orang miskin yang berteriak minta tolong, Orang yang tertindas, dan orang yang tidak punya penolong; Ia akan sayang kepada orang lemah dan orang miskin, Ia akan menyelamatkan nyawa orang miskin. Ia akan menebus nyawa mereka dari penindasan dan kekerasan, Darah mereka mahal di matanya.” (Mazmur 72.12-14)
Apakah Gereja bisa mendengar panggilan Yesus? Atau kehidupan kita terlalu penuh dengan kesibukan dan keberisikan (sosial media, karir, dan suara-suara dunia lain) sehingga sulit untuk mendengar suara Yesus? Kami mohon— saudara-saudari yang sudah percaya kepada Tuhan Yesus, dan percaya bahwa Ia telah menyelamatkan diri-Mu, jangan hidup bagi dirimu sendiri lagi. Kami mohon– berdoalah agar hatimu hancur dengan hal-hal yang membuat hati Bapa di Surga hancur. Dan berdoa– apakah Tuhan Yesus sedang memanggil-Mu untuk meninggalkan semua dan mengikuti-Nya ke tempat yang kamu tidak pernah membayangkan sebelumnya?
Kami rindu ada teman-teman bergabung dengan pelayanan kami di daerah kumuh. Bukan hanya karena kami rindu punya rekan pelayanan baru, tetapi karena kami rindu orang Kristen yang lain juga mengalami perjumpaan dengan Yesus di tumpukan sampah ini. Meskipun berat, meskipun mengalami penghinaan, meskipun secara jasmani penuh dengan banyak ketidaknyamanan… Mengikuti Yesus juga penuh dengan sukacita. Penuh dengan anugerah dan rahmat Tuhan. Penuh dengan kejutan-kejutan yang luar biasa dari Allah yang luar biasa. Ini pengalaman yang mengubah hidup kami dan dapat mengubah hidupmu juga.
“Karena itu marilah kita pergi kepada-Nya di luar perkemahan dan menanggung kehinaan-Nya.”
Tags: